Kamis, 30 Desember 2010

Setiap Bulan Muncul 25-30 Kasus HIV/AIDS di Yogya

TEMPO Interaktif, 05 Agustus 2010 Yogyakarta - Sejak ditemukan pengidap HIV/AIDS di Yogyakarta pada 1992, pengidap virus mematikan tersebut terus bertambah. Pada akhir 2009 tercatat 899 pengidap HIV/AIDS, sementara hingga April 2010 menjadi 1.183 pengidap, atau ditemukan 25-30 kasus baru setiap bulan. “Jumlah itu terbagi menjadi dua, pengidap HIV sebanyak 750 orang dan pengidap AIDS sebanyak 433 orang. Yang meninggal akibat penyakit itu sebanyak 97 orang,” kata A Riswanto, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta saat ditemui pada acara media gathering penulisan mengenai HIV/AIDS di Citra Boga Catering, Sleman, Yogyakarta, Kamis (5/8). Kasus HIV/AIDS terus bertambah akibat hubungan seksual tidak aman, seperti berganti-ganti pasangan, homoseksual dan penggunaan jarum suntik. Penggunaan jarum suntik untuk morfin dan jenis adiktif lainnya sangat tinggi pada era 1990-an, sehingga menjelang 2010 penderita penyakit tersebut semakin tinggi karena masa inkubasi virus HIV berkisar 10 tahunan. Pada era 2010-an penderita HIV/AIDS cenderung disebabkan oleh hubungan seksual yang tidak sehat. Kasus HIV/AIDS di Yogyakarta tersebut tertinggi di Kota Yogyakarta, disusul Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul. Para penderita penyakit tersebut diberi terapi berupa ART (antiretroval terapi) dengan ARV (antiretroval virus) di beberapa rumah sakit, yaitu di RSUP dr Sardjito, PKU Muhmmadiyah, Panti Rapih dan Bethesda. Dua puskesmas, yaitu di Umbulharjo dan Gedongtengen, juga menangani pengidap HIV dengan pemberian metadon sebagai pengganti putau untuk penyembuhan. “Kalau penderita HIV itu kekebalan tubuh diserang sehingga sel darah putih turun hingga 350 CD4. Jika di bawah itu maka sudah dikategorikan AIDS, normalnya 500-1600,” kata dia. Ia menambahkan, hingga saat ini memang belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Tetapi dengan terapi yang dilakukan minimal memberi waktu tambah bertahan hidup bagi para penderita. Humas Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta Dian Purnomo menambahkan, para penderita HIV/AIDS ada yang terbuka ada pula yang tertutup sehingga penanganan juga terkendala dari para penderita. Mereka dapat pengobatan gratis bagi yang tidak mampu atau yang ditangani oleh lembaga swadaya masyarakat. “Memang para penderita banyak yang tertutup, tetapi bagi yang terbuka justru sangat membatu mereka sendiri secara materi maupun psikis,” kata Dian. Sumber: Tempo Interakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar